welcomr


Minggu, 12 Agustus 2012

Pahlawan Bangsa Yang Terlupakan


Pahlawan Bangsa Yang Terlupakan
        
Wajahnya masih memancarkan semangat juang meski ia kini berusia senja. Jalannya juga masih gagah menunjukkan ia adalah prajurit sejati. Saat berbicara, suaranya masih lantang ,penuh dengan semangat. Tak banyak orang mengetahui sosoknya. Yakni, Ilyas Karim, sang pengerek bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Siapa yang menyangka,pengalaman Ilyas Karim mengenai detik-detik yang mendebarkan 67 tahun lalu itu ia kisahkan di acara Democrazy di Metro TV pada Minggu (14/8/2011). Acara parodi politik khas anak-anak muda itu ternyata juga dapat menggugah hati kita agar, mengutip ucapan Bung Karno,“Jangan sekali- kali melupakan sejarah.”

Secara gamblang Ilyas mengisahkan bagaimana ia bisa menjadi pengerek pertama bendera pusaka yang dijahit tangan ibu negara Indonesia yang pertama, Fatmawati. Pada malam 16 Agustus 1945 para pemuda yang bermarkas di Menteng Raya 31, Gedung Juang sekarang, diberi tahu oleh pimpinan mereka, Chaerul Saleh, agar pagi hari siap-siap berangkat ke rumah Ir Soekarno di Pegangsaan Timur 56.
Jalan dari Menteng ke Pegangsaan Timur tidaklah terlalu jauh, sekitar 3 km. Sesampainya mereka di rumah itu, alangkah kagetnya Ilyas karena mendapatkan tugas untuk menaikkan bendera pusaka diiringi lagu Indonesia Raya. Tugas menaikkan bendera pusaka itu ia lakukan tanpa latihan apa pun! Ini berbeda dengan para pengerek bendera pusaka di Istana Merdeka sekarang yang harus dilatih berminggu minggu.
Ada suatu yang lucu saat penaikan bendera itu. “Saat itu,” kata Ilyas,”Lagu Indonesia Raya belum selesai, sementara bendera sudah mencapai ujung tiang bendera. Akhirnya Ilyas langsung saja mengikat tali bendera sampai lagu Indonesia Raya selesai dinyanyikan.” Ilyas memang ditugaskan oleh Sudanco Latief agar menjadi pengerek bendera pusaka bersama Sudanco Singgih
Pria kelahiran 13 Desember 1927 , kini hidup di rumah sempit berukuran 50 m² di pinggir rel kereta api di Jalan Rajawali Barat, Kalibata, Jakarta Selatan. Ilyas sudah beberapa kali tergusur. Sebelumnya, sebagai seorang perwira menengah dari jajaran Siliwangi, Ilyas pernah menempati rumah di Kompleks Siliwangi, Lapangan Banteng, yang kini menjadi Kompleks Kementerian Keuangan.
Ilyas adalah satu contoh pahlawan yang terlupakan. Beginikah cara bangsa kita memperlakukan mereka? Kita lupa nasihat Bung Karno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar